KONSEP DASAR PEMBELAJARAN
RIZKI AMELIA dan ISRAFIL
rizkyamelia113@gmail.com dan israfilsubuhi@gmail.com
Abstrak
:Pendidikan
Agama Islam (PAI) sebagai salah satu mata pelajaran yang mempunyai peranan yang
sangat strategis dan signifikan dalam pembentukan akhlak dan pribadi siswa.
Pendidikan Agama Islam (PAI) secara umum dapat dipahami sebagai upaya untuk
meningkatkan keimanan, pemahaman, penghayatan dan pengalaman siswa tentang
agama islam sehingga menjadi pribadi muslim yang beriman dan bertakwa serta
berakhlak mulia dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara.
Belajar merupakan suatu proses. Pada
hakikatnya kegiatan belajar mengajar adalah suatu proses komunikasi. Proses
komunikasi harus diciptakan atau diwujudkan melalui kegiatan penyampaian dan
tukar menukar pesan atau informasi antara pendidik dengan peserta didik. Satu
kesatuan dari proses komunikasi belajar mengajar yang bertumpu pada tujuan
pendidikan di sekolah adalah media pembelajaran. Peranan media pembelajaran pun
menjadi penting karena memiliki nilai praktis dan fungsi yang besar dalam
pelaksanaan pembelajaran.
Proses pembelajaran merupakan tahapan-tahapan yang
dilalui dalam mengembangkan kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik
seseorang, dalam hal ini adalah kemampuan yang harus dimiliki oleh siswa atau
peserta didik. Salah satu peran yang dimiliki oleh seorang guru untuk melalui
tahap-tahap ini adalah sebagai fasilitator. Untuk menjadi fasilitator yang
baik guru harus berupaya dengan optimal mempersiapkan rancangan pembelajaran
yang sesuai dengan karakteristik anak didik, demi mencapai tujuan pembelajaran.
Kata
Kunci : Pembelajaran, Pendidikan Agama Islam
Pendahuluan
Di
era globalisasi yang serba modern menuntut setiap negara untuk menghasilkan
sumber daya manusia dengan kesiapan yang lebih matang dalam segala hal. Bidang
pendidikan merupakan salah satu bidang yang sangat berpengaruh untuk
mempersiapkan sumber daya manusia yang dibutuhkan untuk menghadapi
tuntutan zaman. Namun, mendidik anak
sejak dini hingga menjadi individu yang berkualitas, dan mempertahankan
kualitas tersebut bukan hal yang mudah. Perlu proses yang panjang untuk
membentuk individu yang mampu mengikuti alur era globalisasi. Untuk mewujudkan
hal tersebut, tentu individu harus melakukan suatu proses yang disebut belajar.
Dalam
pendidikan, belajar merupakan kata kunci yang paling penting. Jika tidak ada
belajar maka tidak akan ada pendidikan. Dan didalam pendidikan akan terjadi
suatu pembelajaran yang akan membentuk individu yang berkualitas.
Belajar merupakan suatu proses.
Sebagai guru/calon guru, terkadang kita lupa akan hal tersebut sehingga bisa
saja kita terlalu memaksakan pada anak didik kita. Apalagi, guru-guru yang
sebelumnya tidak memiliki basis pendidikan keguruan. Pada hakikatnya kegiatan belajar mengajar adalah suatu
proses komunikasi. Proses komunikasi harus diciptakan atau diwujudkan melalui
kegiatan penyampaian dan tukar menukar pesan atau informasi antara pendidik
dengan peserta didik. Satu kesatuan dari proses komunikasi belajar mengajar
yang bertumpu pada tujuan pendidikan di sekolah adalah media pembelajaran.
Peranan media pembelajaran pun menjadi penting karena memiliki nilai praktis
dan fungsi yang besar dalam pelaksanaan pembelajaran.
Proses pembelajaran
merupakan tahapan-tahapan yang dilalui dalam mengembangkan kemampuan kognitif,
afektif, dan psikomotorik seseorang, dalam hal ini adalah kemampuan yang harus
dimiliki oleh siswa atau peserta didik. Salah satu peran yang dimiliki oleh
seorang guru untuk melalui tahap-tahap ini adalah sebagai
fasilitator. Untuk menjadi fasilitator yang baik guru harus berupaya
dengan optimal mempersiapkan rancangan pembelajaran yang sesuai dengan
karakteristik anak didik, demi mencapai tujuan pembelajaran.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana
hakekat belajar ?
2.
Bagaimana
hakekat pembelajaran ?
3.
Apa landasan
konsep pembelajaran ?
4.
Bagaimana
motivasi proses pembelajaran ?
Pembahasan
Hakekat Belajar
Menurut Kamus Bahasa Indonesia
Belajar adalah berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu, berlatih, berubah
tingkah laku atau tanggapan yang disebabkan oleh pengalaman.
Belajar
merupakan aktivitas yang disengaja dan dilakukan oleh individu agar terjadi
perubahan kemampuan diri, dengan belajar anak yang tadinya tidak mampu
melakukan sesuatu, menjadi melakukan sesuatu, atau anak yang tadinya tidak
terampil menjadi terampil.[1]
Belajar
adalah Suatu proses usaha yang dilakukan untuk memperoleh suatu perubahan
tingkah-laku secara keseluruhan sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri
dalam interaksi dengan lingkungan.[2] Sedangkan Winkel menyatakan belajar adalah suatu proses psikis
yang berlangsung dalam interaksi aktif antara subjek dengan lingkungannya dan
menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan, keterampilan, nilai, sikap
yang bersikap konstan atau tetap. Perubahan itu dapat berupa sesuatu yang baru yang
segera tampak dalam perilaku yang nyata atau tersembunyi.[3]
Menurut Darsono belajar adalah suatu kegiatan yang dilakukan guru
sedemikian rupa, sehingga tingkah laku siswa berubah kearah yang lebih baik.[4] Senada pendapat tersebut Skinner (1958)
juga memberikan defenisi belajar yaitu suatu proses adaptasi perilaku yang
bersifat progesif.[5] Cronbach berpendapat belajar yang sebaik-baiknya adalah dengan mengalami
melalui panca indra.[6]
Berdasarkan hal-hal pokok dalam belajar, terdapat adanya ciri-ciri
belajar diantaranya adalah: 1) perubahan yang terjadi secara sadar. Ini berarti
bahwa individu yang belajar, akan menyadari terjadi perubahan atau
sekurang-kurangnya perubahan dalam dirinya, 2) perubahan dalam belajar bersifat
kontinyu dan fungsional. Sebagai hasil belajar, perubahan yang terjadi dalam
diri individu berlangsung terus-menerus tidak statis. 3) perubahan dalam
belajar bersifat aktif. Berubahan yang bersifat aktif artinya bahwa perubahan itu
tidak terjadi dengan sendirinya melainkan karena usaha sendiri. 4) perubahan
dalam belajar bertujuan dan terarah. Ini berarti perubahan tingkah laku itu
terjadi karena tujuan yang dicapai perbuatan belajar terarah pada perubahan
tingkah laku yang disadari. 5) Perubahan yang mencakup seluruh aspek
tingkah-laku.
Belajar dalam Pandangan Islam
Secara psikologis manusia adalah makhluk Allah yang sangat sugestibel,
yaitu mudah kena pengaruh rangsangan lingkungan yang dating kepadanya, terutama
rangsangan lingkungan social, baik secara individual maupun kelompok, melalui
pergaulan manusia saling mempengaruhi tingkah laku masing-masing termasuk cara
berpikir, bertingkah laku, sikap dan sebagainya.[7] Hubungan dengan orang lain inilah manusia dengan sendirinya baik disengaja
atau tidak disengaja mengadakan pembelajaran terkait dengan dirinya.
Di lingkungan rumah tangga anak adalah anggota keluarga, pengaruh kedua
orang tua sangan dominan pada dirinya terutama pengaruh dari pihak ibunya.
Berbagai penampilan tingkah laku yang sengaja ditampilkan oleh seorang ayah dan
ibu secara tidak disadari anak telah diinternalisasikannya ke dalam dirinya,
bahkan kadangkala telah menjadi bagian dari dirinya.
Setelah fisik anak bertambah besar dan umurnya pun telah berkembang, ia
mulai meluaskan pandangan dan wawasannya ke lingkungan yang luas seperti teman
tetangganya. Di lingkungan masyarakat ini ia mulai melihat dan mendengar
baik tingkah laku atau ucapan yang belum pernah di dengarnya di lngkungan ini
sudah mulai terkena polusi atau rangsangan yang cenderung merusak pendidikan
yang telah diletakkan oleh kedua orang tuanya, tetapi orang tu waspada dengan
lingkungan yang bis merusak pendidikan yang telah diletakkannya.
Kebiasaan masyarakat muslim Indonesia memasukkan anaknya ke sekolah dasar
pada umur tujuh tahun. Mulai saat itu anak memasuki lingkungan social yang
lebih luas dan berinteraksi dengan teman-teman sebayanya atau dengan
teman-teman yang lebih tua seperti kakak kelasnya. Di lingkungan formal ini di
awasi oleh para pendidiknya yaitu orang-orang yang professional dalam
bidangnya. Bentuk-bentuk tingkah laku, cara berpikir, perasaan sikap social
cara mereaksinya telah diprogamkan oleh gurunya melalui proses
pembelajaran.
Dari beberapa
pengertian tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa belajar merupakan suatu
proses usaha yang dilakukan oleh seseorang untuk memperoleh
suatu perubahan yang baru sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi
dengan lingkungannya. Belajar berhubungan dengan perubahan tingkah laku seseorang
terhadap sesuatu situasi tertentu yang disebabkan oleh pengalamannya yang berulang-ulang
dalam suatu situasi.
Teori Belajar
Teori Belajar Behaviorisme
Teori belajar behaviorisme
menjelaskan belajar itu adalah perubahan perilaku yang dapat diamati, diukur
dan dinilai secara konkret. Perubahan terjadi melalui rangsangan (stimulans)
yang menimbulkan hubungan perilaku reaktif (respon) berdasarkan hukum-hukum
mekanistik. Stimulans tidak lain adalah lingkungan belajar anak, baik yang
internal maupun eksternal yang menjadi penyebab belajar. Sedangkan respons
adalah akibat atau dampak, berupa reaksi fisik terhadap stimulans.
Belajar berarti penguatan ikatan,
asosiasi, sifat dan kecenderungan perilaku S-R (stimulus-Respon). Ciri-Ciri
Teori Behaviorisme adalah sebagai berikut :
1)
Mementingkan faktor lingkungan.
2)
Menekankan pada faktor bagian.
3)
Menekankan pada tingkah laku yang nampak dengan
mempergunakan metode obyektif.
4)
Sifatnya mekanis.
5)
Mementingkan masa lalu.
Ada tiga jenis teori Behaviorisme:
1)
Teori Belajar Respondent
Conditioning
Teori
ini diperkenalkan oleh Pavlov, yang didasarkan pada pemikiran bahwa perilaku
atau tingkah laku merupakan respon yang dapat diamati dan diramalkan. Fisiolog
Pavlov (1849-1936) mengkaji stimuli (rangsangan tak bersyarat) yang secara
spontan memanggil respon. Melalui conditioning,
stimuli netral (netral spontan) memancing refleks namun sengaja dibuat agar
mampu memancing respon refleks. Bila satu stimuli menghasilkan respon, maka
stimuli kedua yang tidak relevan dihadirkan serempak dengan stimuli pertama,
dan akhirnya respon tadi muncul tanpa menghadirkan stimuli pertama.
2)
Teori Belajar Operant
Conditioning
B.F.
Skinner sebagai tokoh teori belajar Operant
Conditionioning berpendapat bahwa belajar menghasilkan perubahan perilaku
yang dapat diamati., sedang perilaku dan belajar diubah oleh kondisi
lingkungan. Teori Skinner (1954) sering disebut Operant Conditioning yang berunsur rangsangan atau stimuli, respon,
dan konsekuensi. Stimuli (tanda/syarat) bertindak sebagai pemancing respon,
sedangkan konsekuensi tanggapan dapat bersifat positif atau negatif namun
keduanya memperkukuh atau memperkuat (reinforcement).
3)
Teori Observation
Learning (Belajar Pengamatan) atau Socio-Cognitive
Learning (Belajar Sosio-Kognitif)
Proses
belajar yang bersangkut-paut dengan peniruan disebut dengan belajar observasi (observation learning). Albert Bandura
(1969) menjelaskan bahwa belajar observasi merupakan sarana dasar untuk
memperoleh perilaku baru atau mengubah pola perilaku yang sudah dikuasai.
Belajar observasi biasa juga disebut belajar sosial (Sosial learning) karena yang menjadi obyek observasi pada umumya
perilaku belajar orang lain.
Albert
Bandura (1969) mengartikan belajar sosial sebagai aktivitas meniru melalui
pengamatan (observasi). Individu yang perilakunya ditiru menjadi model
pebelajar yang meniru . istilah Modeling digunakan
untuk menggambarkan proses belajar sosial. Model ini merujuk pada seseorang
yang berperilaku sebagai stimuli bagi respon pebelajar.
John
W. Santrock (1981) menyebut pandangan Albert Bandura tentang teori belajar
sebagai teori belajar sosial kognitif. Hal ini didasarkan pemikiran bahwa
meniru perilaku model melibatkan proses-proses psikologis yang sangat bersifat
kognitif seperti perhatian (attention),
ingatan (retention), kinerja motorik
(motorik reproduction), kondisi
penguatan dan insentif. Walter Mischel (1973) cenderung menggunakan instilah cognitive social-learning theory, karena
di dalamnya terkandung harapan (expectancies),
strategi memproses informasi dan memaknai stimuli secara pribadi, anutan nilai
subyektif dilekatkan pada stimuli (subjective
stimuli values).
Teori
Belajar Kognitivisme
Teori
kognitivisme mengacu pada wacana psikologi kognitif, dan berupaya menganalisis
secara ilmiah proses mental dan struktur ingatan atau cognitif dalam aktivitas
belajar.
1)
Teori
Perkembangan Kognitif
Teori
ini dikemukakan oleh Jean Piaget, yang memandang individu sebagai struktur
kognitif, peta mental, skema, atau jaringan konsep guna memahami dan menanggapi
pengalamannya berinteraksi dengan lingkungan.
2)
Teori Kognisi
Sosial
Teori
ini dikembangkan oleh L.S. Vygotsky, yang didasari oleh pemikiran bahwa budaya
berperan pening dalam belajar seseorang.
3)
Teori
Pemrosesan Informasi
Model
belajar pemrosesan informasi ini sering pula disebut model kognitif information processing, karena dalam
proses belajar ini tersedia tiga taraf sistem informasi yaitu sensory atau intake register, working
memory, long-term memory.
Teori
Belajar Konstruktivisme
Konsep
dasar belajar menurut teori belajar konstruktivisme adalah pengetahuan baru
dikonstruksi sendiri oleh peserta didik secara aktif berdasarkan pengetahuan yang
telah diperoleh sebelumnya. Pembelajaran konstuktivisme merupakan satu teknik
pembelajaran yang melibatkan peserta didik untuk membina sendiri secara aktif
pengetahuan dengan menggunakan pengetahuan yang telah ada dalam diri mereka
masing-masing.
a.
Teori Belajar Humanisme
Menurut
teori belajar humanisme, proses belajar harus dimulai dan ditujukan untuk
kepentingan memanusiakan manusia itu sendiri. Oleh sebab itu, teori belajar
humanisme lebih mendekati bidang kajian filsafat, teori kepribadian, dan psikoterapi,
daripada bidang kajian psikologi belajar.[8]
Hakekat
Pembelajaran
Pembelajaran
adalah usaha untuk mencapai tujuan berupa kemampuan tertentuatau pembelajaran
adalah usaha untuk terciptanya situasi belajar sehingga yang belajar memperoleh
atau meningkatkan kemampuannya.[9]
Pembelajaran
adalah suatu upaya yang dilakukan oleh seorang guru atau pendidik untuk
membelajarkan siswa yang belajar. Pada pendidikan formal (sekolah),
pembelajaran merupakan tugas yang dibebankan kepada guru, karena guru merupakan
tenaga profesional yang dipersiapkan untuk itu. Pembelajaran di sekolah semakin
berkembang, dari pengajaran yang bersifat tradisional sampai pembelajaran
dengan sistem modern. Kegiatan pembelajaran bukan lagi sekedar kegiatan
mengajar (pengajaran) yang mengabaikan kegiatan belajar, yaitu sekedar
menyiapkan pengajaran dan melaksanakan prosedur mengajar dalam pembelajaran
tatap muka. Akan tetapi, kegiatan pembelajaran lebih kompleks lagi dan
dilaksanakan dengan pola-pola pembelajaran yang bervariasi.[10]
Tujuan pembelajar pada
hakekatnya adalah rumusan tentang perilaku hasil belajar (kognitif, psikomotor,
dan afektif) yang diharapkan untuk dimiliki (dikuasai) oleh si pelajar setelah
si pelajar mengalami proses belajar dalam jangka waktu tertentu. Yang menjadi
kunci dalam rangka menentukan tujuan pembelajaran adalah kebutuhan siswa,mata
ajaran, dan guru itu sendiri. Berdasarkan kebutuhan siswa dapat ditetapkan apa
yan hendak dicapai dan dikembangkan dan diapresiasikan. Berdasarkan mata ajaran
yang ada dalam petunjuk kurikulum dapat ditentukan hasil-hasil pendidikan yang
diinginkan. Guru sendiri adalah sumber utama tujuan bagi para siswa dan dia
harus mampu menulis dan memilih tujuan pendidikan yang bermakna dan dapat
diukur.
Tujuan belajar penting
bagi siswa dan guru. Dalam desain instrusional guru merumuskan tujuan
instruksional khusus atau sasaran belajar siswa. Rumusan tersebut disesuaikan
dengan perilaku yang hendaknya dapat dilakukan siswa. Dari segi guru, guru
memberikan informasi tentang sasaran belajar. Bagi siswa, sasaran belajar
tersebut merupakan tujuan belajar “sementara”. Dengan belajar, maka kemempuan
siswa meningkat. Menigkatnya kemempuan mendorong siswa untuk mencapai tujuan
belajar yang baru. Bila semua siswa menerima sasaran belajar dari guru, maka
makin lama siswa membuat tujuan belajar sendiri (Mudjiono, 2002: 22-25).[11]
Peran
guru dalam pembelajaran lebih dari sekedar sebagai pengajar (informator)
belaka, akan tetapi guru harus memiliki multi peran dalam pembelajaran. Dan
agar pola pembelajaran yang diterapkan juga dapat bervariasi, maka bahan
pembelajarannya harus dipersiapkan secara bervariasi juga.
Menurut
Adams dan Dickey (dalam Oemar Hamalik, 2005), peran guru sesungguhya sangat
luas, meliputi :
1.
Guru sebagai
pengajar (teacher as instructor)
2.
Guru sebagai
pembimbing (teacher as counselor)
3.
Guru sebagai
ilmuwan (teacher as scientist)
4.
Guru sebagai
pribadi (teacher as person)
Bahkan
dalam arti luas, dimana sekolah berubah fungsi menjadi penghubung antara
ilmu/teknologi dengan masyarakat, dan sekolah lebih aktif ikut pembangunan,
maka peran guru menjadi lebih luas. Dalam kaitannya dengan aktivitas belajar
sebagai proses mental dan emosional siswa dalam mencapai kemajuan, maka guru
hendaknya berperan dalam memfasilitasi agar terjadi proses mental emosional
siswa tersebut sehingga dapat dicapai kemajuan tersebut. Guru harus berperan
sebagai motor penggerak terjadinya aktivitas belajar dengan cara memotivasi
siswa (motivator), memfasilitasi belajar (fasilitator), mengorganisasi kelas
(organisator), mengembangkan bahan pembelajaran (developer, desainer), menilai
program proses hasil pembelajaran (evaluator), memonitor aktivitas siswa
(monitor), dan sebagainya.[12]
Landasan Konsep
Pembelajaran
Filsafat
Proses
belajar pada dasarnya melibatkan upaya yang hakikidalam membentuk dan
menyempurnakan kepribadian manusiadengan berbagai tuntutan dalam kehidupannya.
Secara filosofisbelajar berarti mengingatkan kembali pada manusia mengenaimakna
hidup yang bisa dilalui melalui proses meniru, memahami, mengamati, merasakan,
mengkaji, melakukan, dan meyakini akan segala sesuatu kebenaran sehingga
semuanya memberikan kemudahan dalam mencapai segala yang dicita-citakan
manusia.
Belajar diperlukan oleh individu manusia akan tetapi belajar juga
harus dipahami sebagai sesuatu kegiatan dalam mencari danmembuktikan kebenaran.
Harapan para filosofis bahwa dengan belajar maka segala kebenaran di alam
semesta ini ada yangmenciptakan. Dengan demikian filsafat apapun yang telah
menjadihasil pikir manusia maka kaitannya dengan belajar ibarat siklus bahwa
dengan filsafat manusia bisa mempelajari (belajar) tentang segala sesuatu, dan
sebaliknya dengan aktivitas belajar maka pemikiran-pemikiran tentang belajar
terus berkembang dan banyakditemukan sehingga membawa pada warna inovasi ide
dan pemikiran manusia sepanjang zaman.
Psikologi
Perilaku manusia bisa berubah karena belajar, akan tetapi
apakahmanusia itu memahami perilakunya sendiri, atau menyadari diaharus
berperilaku seperti apa jika berada, atau dihadapkan dalamsituasi dan kondisi
yang berbeda. Maka perilaku yang masih dicariinilah dapat dikaitkan dengan
kajian dari ilmu psikologi. Psikologisebagai ilmu yang mempelajari gejala
kejiwaan yang akhirnyamempelajari produk dari gejala kejiwaan ini dalam bentuk
perilaku-perilaku yang nampak dan sangat dibutuhkan dalam proses belajar.
Sosiologis
Manusia adalah mahkluk individu dan sosial. Melalui belajar,
individu bisa mempelajari lawan bersosialisasi, teman hidup bersama dan mampu
membangun masyarakat samapi dengan negara dan bangsa. Jika dalam belajar tanpa
arah tujuan makna hidup manusia sebagai mahkluk sosial, maka belajar akan
dijadikan cara untuk saling menguasai, memusnahkan, karena segala sesuatu yang
dipelajari, diketahui, dipahami melalui belajar tidak digunakan dalam menciptakan
kondisi kedamaian dunia. Landasan sosiologis yang banyak terimbas oleh
perubahan zaman yang semakin hedonistik. Maka pemahaman akan belajar yang
ditinjau dari aspek sosiologis inilah yang sangat dibutuhkan dewasa ini.
Komunikasi
Pendidikan dan komunikasi ibarat setali tiga uang, yang satu
memberikan pemaknaan terhadap yang lainnya. Dalam praktiknya proses belajar
atau pembelajaran akan menghasilkan suatu kondisi dimana individu dalam hal ini
siswa dan guru, siswa dengan siswa atau interaksi yang kompleks sekalipun pasti
akan ditemukan suatu proses komunikasi.
Teknologi
Pembelajaran erat kaitannya dengan penggunaan teknologi pendidikan,
pembelajaran yang komprehensif harus memerhatikan perbedaan interest siswa,
dimana siswa ada yang tipe auditif, visual, dan kinestetik. Penggunaan
teknologi dalam pembelajaran akan menjembatani keempat minat siswa tersebut,
sehingga pembelajaran lebih akomodatif dan menyenangkan, sehingga pada
gilirannya akan meningkatkan kualitas pembelajaran.[13]
Pembelajaran (Instruction))
merupakan akumulasi dari konsep mengajar (teaching) dan konsep belajar
(learning). Penekanannya terletak pada perpaduan antara keduanya, yakni kepada
penumbuha aktivitas subjek didik. Konsep tersebut dapat dipandang sebagi suatu
sistem. sehingga dalam sistem belajar ini terdapat komponen-komponen siswa atau
peserta didik, tujuan, materi untuk mencapai tujuan, fasilitas dan prosedur
serta alat atau media yang harus dipersiapkan.
Demikian halnya juga dengan teaching
system, di mana komponen perencanaan mengajar, bahan ajar, tujuan, materi dan
metode, serta penilaian dan langkah mengajar akan berhubungan dengan aktivitas
belajar untuk mencapai tujuan. Kenyataan
bahwa dalam proses
pembelajaran terjadi
pengorganisasian, pengelolaan dan transformasi informasi oleh dan dari guru
kepada siswa. Ketiga katagori kegiatan dalam proses pembelajaran ini berkait
erat dengan aplikasi dan konsep sistem informasi manajemen.
Meier (2002: 103 ) mengemukakan
bahwa semua pembelajaran manusia pada hakekatnya mempunyai empat unsur, yakni
persiapan (preparation), penyampaian (presentation), pelatihan (Practice),
penampilan hasil (performance).
a. Persiapan (Preparation)
Tahap persiapan berkaitan dengan
mempersiapkan peserta belajar untuk belajar. Persiapan pembelajaran itu seperti
mempersiapkan tanah untuk ditanami benih. Jika dilakukan dengan benar, niscaya
menciptakan kondisi yang baik untuk pertumbuhan yang sehat.
b. Penyampaian (Presentation)
Tahap penyampaian dalam siklus
pembelajaran dimaksudkan untuk memepertemukan peserta belajar dengan materi
belajar yang mengawali proses belajar secara positif dan menarik. Belajar
adalah menciptakan pengetahuan, bukan menelan informasi, maka presentasi
dilakukan semata-mata untuk mengawali proses belajar dan bukan untuk dijadikan
fokus utama.
c. Latihan (Practice)
Tahap latihan ini dalam siklus
pembelajaran berpengarruh terhadap 70% atau lebih pengalaman belajar
keseluruhan. Dalam tahap inilah pembelajaran
yang sebenarnya berlangsung. Bagaimanapun, apa yang dipikirkan
dan dikatakan serta dilakukan pembelajaran yang menciptakan pembelajaran dan
bukan apa yang dipikirkan, dikatakan, dan dilakukan oleh instruktur atau
pendidik.
d. Penampilan Hasil (Performance)
Belajar adalah
proses mengubah pengalaman
menjadi pengetahuan,
pengetahuan menjadi pemahaman,
pemahaman menjadi kearifan dan kearifan menjadi tindakan. Tujuan tahap penampilan hasil ini adalah
untuk memastikan bahwa pembelajaran tetap melekat dan berhasil diterapkan.
Setelah mengalami tiga tahap pertama dalam siklus pembelajaran, kita perlu
memastikan bahwa orang
melaksanakan pengetahuan dan keterampilan baru mereka pada pekerjaan
mereka, nilai-nilai nyata bagi diri mereka sendiri, organisasi dan klien
organisasi.[14]
Hasil Belajar
dari Pembelajaran
Hasil Belajar
Sebagaimana
dikemukakan oleh UNESCO ada empat pilar hasil belajar yang diharapkan dapat
dicapai oleh pendidikan, yaitu : learning to now, learning to be, learning to
live together, and learning to do. Bloom (1956) menyebutkannya dengan tiga
ranah hasil belajar, yaitu : kognitif, afektif, dan psikomotor. Untuk aspek
kognitif, Bloom menyebutkan empat tingkatan, yaitu 1) Pengetahuan, 2)
Pemahaman, 3) Pengertian, 4) Aplikasi, 5) Analisis, 6) Sintesis, dan 7)
Evaluasi. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pada dasrnya
proses belajar ditandai dengan perubahan tingkah laku secara keseluruhan baik
yang menyangkut segi kognitif, afektif maupun psikomotor. Proses perubahan
dapat terjadi dari yang paling sederhana sampai yang paling kompleks, yang
bersifat pemecah masalah, dan pentingnya peranan kepribadian dalam proses serta
hasil belajar.
Secara
umum, hasil belajar siswa dipengaruhi oleh faktor internal, yaitu faktor-faktor
yang berada diluar diri siswa. Yang tergolong faktor internal adalah :
a.
Faktor
fisiologis atau jasmani individu baik bersifat bawaan maupun yang
dipengaruhidengan melihat, mendengar, struktur tubuh, cacat tubuh dan
sebagainya.
b.
Faktor
psikologis baik yang bersifat bawaan maupun keturunan, yang meliputi :
1)
Faktor
intelektual terdiri atas :
a.
Faktor
potensial, yaitu intelegensi dan bakat
b.
Faktor aktual
yaitu kecakapan nyata dan prestasi
2)
Faktor
non-intelektualyaitu komponen-komponen kepribadian tertentu seperti sikap,
minat, kebiasaan, motivasi, kebutuhan, konsep diri, penyesuaian diri,
emosional, dan sebagainya.
c.
Faktor
kematangan baik fisik maupun psikis.
Yang tergolong faktor eksternal ialah :
1)
Faktor sosial
yang terdiri atas :
a)
Faktor
lingkungan keluarga.
b)
Faktor
lingkungan sekolah.
c)
Faktor
lingkungan masyarakat.
d)
Faktor
kelompok.
2)
Faktor budaya
seperti : adat istiadat, ilmu pengetahuan dan teknologi, kesenian dan
sebagainya.
3)
Faktor
lingkungan fisik, seperti fasilitas rumah, fasilitas belajar, iklim dan
sebagainya.
4)
Faktor
spiritual atau lingkungan keagamaan.
Faktor-faktor tersebut saling
berinteraksi secara langsung atau tidak langsung dalam memengaruhi hasil
belajar yang dicapai seseorang. Karena adanya faktor-faktor tertentu yang
mempengaruhi prestasi belajar yaitu motivasi berprestasi, inteligensi, dan
kecemasan.
Motivasi
menuju hasil proses pembelajaran
Pengaruh motivasi disini adalah motivasi baik intern maupum ekstern
terhadap hasil belajar yang dimaksud. Menurut Hilgrard, motif merupakan tenaga
penggerak yang memengaruhi kesiapan untuk memulai melakukan rangkaian kegiatan
dalam suatu perilaku. Sedangkan McClelland (1953) yang dikutip oleh Max
Darsono, menyatakan bahwa motif adalah suatu “energizer” (sumber tenaga,
penggerak) suatu konsep yang diperlukan untuk menjalankan aktivitas organisme.
Motif umumnya dipandang suatu di posisi pribadi, artinya bersifat potensial.
Menurut jenisnya, motif dibedakan menjadi motif primer dan motif
skunder dimana untuk membedakan motif tersebut sebagai berikut :
a)
Motif primer
(primary motive) atau motif dasar (basic motive) menunjukkan kepada motif yang
tidak dipelajari (unlearned motive) yang sering juga digunakan istilah dorongan
(drive)
b)
Motif sekunder
(secondary motives) menunjjukkan kepada motif yang berkembang dalam diri
individu karena pengalaman, dan dipelajari (conditioning and reinforcement).[15]
Kesimpulan
Dari penjelasan di atas tadi kami ambil beberapa kesimpulan sebagai
berikut: Betapa pentingnya kita mempelajari ilmu teori belajar
dan pembelajaran pai yang mana kosep konsep cara belajar dengan baik, ada cara
belajar konsepnya, hakikatnya, landasannya, prosesnya, hasil belajar. Sehingga
para pelajar terdidik dengan baik dengan adanya belajar teori yang seperti ini.
Pembelajaran
pada hakikatnya adalah proses interaksi antara peserta didik dengan lingkungan, sehingga terjadi perubahan
perilaku kearah yang lebih baik. Dan tugas guru adalah mengkoordinasikan
lingkungan agar menunjang terjadinya perubahan perilaku bagi peserta didik.
Pembelajaran juga dapat diartikan sebagai usaha sadar pendidik untuk membantu
peserta didik agar mereka dapat belajar sesuai dengan kebutuhan dan minatnya.
Disini pendidik berperan sebagai fasilitator yang menyediakan fasilitas dan
menciptakan situasi yang mendukung peningkatan kemampuan belajar peserta didik.
Daftar
Pustaka
Budiman, Nasir, Pendidikan dalam Perspektif
al-Quran. (Jakarta: Madani Press, 2001).
Darsono, Belajar dan Pembelajaran UNNES. (Semarang:
PT.Delta Pamungkas, 2002).
http://aidas07.blogspot.co.id/2014/10/makalah-mata-kuliah-belajar-dan.html. diakses pada 04 oktober 2018.
http://henpedia.blogspot.com-hakikat-belajar-dan-pembelajaran.html, diakses pada 07 Oktober 2018.Slameto.1998 .Belajar dan faktor-faktor
yang mempengaruhinya. (Jakarta : Rineka Cipta).
http://srimulya25.blogspot.com/2015/11/konsep-dasar-pembelajaran.html. diakses pada 05 oktober 2018.
http://tikamarlena.blogspot.com/2016/01/hakekat-belajar-dan-pembelajaran.html. diakses pada, 04 Oktober 2018Walgito, Bimo, Pengantar psikologi Umum,
(Yogyakarta: Andi, 2004).
Jamaludin,
M.Pd, Acep Komarudin, M.Ag, dan Kokom Khoemarudin, M.Pd.I, Pembelajaran
Perspektif Islam (Bandung : Rosda Karya 2015).
Suryabrata, Sumadi, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Rajawali
Pers, 2004).
Tim Pengembang MKDP, Kurikulum dan Pembelajaran (Jakarta :
Rajawali Press, 2016).
Ws, Winkel, , Bimbingan dan Konseling di institute Pendidikan ,
(Yogyakarta: Media abadi, 2004).
[1] http://aidas07.blogspot.co.id/2014/10/makalah-mata-kuliah-belajar-dan.html. diakses pada 04 oktober 2018.
[3] Winkel, ws, Bimbingan dan Konseling di institute
Pendidikan , (Yogyakarta: Media abadi, 2004), hlm. 15
[6] Sumadi
Suryabrata, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Rajawali Pers, 2004), hlm.
231.
[8] http://tikamarlena.blogspot.com/2016/01/hakekat-belajar-dan-pembelajaran.html. diakses pada,
04 Oktober 2018.
[9] Jamaludin,
M.Pd, Acep Komarudin, M.Ag, dan Kokom Khoemarudin, M.Pd.I, Pembelajaran
Perspektif Islam (Bandung : Rosda Karya 2015), hlm. 30.
[10] Tim Pengembang
MKDP, Kurikulum dan Pembelajaran (Jakarta : Rajawali Press, 2016). Hlm,
128.
[11] http://henpedia.blogspot.com-hakikat-belajar-dan-pembelajaran.html, diakses pada 07
Oktober 2018.
[12] Tim Pengembang
MKDP, Kurikulum dan Pembelajaran (Jakarta : Rajawali Press, 2016). Hlm,
130.
[13]
Ibid., 132.
[14]
http://srimulya25.blogspot.com/2015/11/konsep-dasar-pembelajaran.html. diakses pada
05 oktober 2018.
[15] Tim Pengembang
MKDP, Kurikulum dan Pembelajaran (Jakarta : Rajawali Press, 2016). Hlm,
142.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar