Kamis, 10 Mei 2018

METODE ILMIAH SERTA HUBUNGANNYA DENGAN MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM


A.    METODE ILMIAH
1.      Defenisi Metode Ilmiah
Secara etimologis, metode berasal dari kata Yunani, yakni kata meta (sesudah atau dibalik sesuatu) dan hodos (jalan yang harus ditempuh). Jadi metode berarti langkah-langkah (cara dan teknis) yang bharus diambil, menurut urutan (sistematika) tertentu unruk mencapai pengetahuan tertentu.  Kata methodos berarti: penelitian, metod ilmmiah, hipotesis ilmiah, dan uraian ilmiah (Akhyar Lubis, 2003:21).
      Ilmu pengetahuan sebagai proses merupakan suatu rangkaian aktivitas yang disebut penelitian. Penelitian sebagai rangkaian aktivitas tentu saja mengandung prosedur tertentu, yakni serangkaian cara dan langkah dengan suatu pola tertentu, yang dalam istilah keilmuan disebut metode, yaitu metode ilmiah. Metode ilmiah merupakan prosedur dalam mendapatkan pengetahuan yang disebut ilmu. Jadi ilmu merupakan pengetahuan yang didapatkan lewat metode ilmiah. Tidak semua pengetahuan dapat disebut ilmu sebab ilmu merupakan pengetahuan yang cara mendapatkannya harus memenuhi syarat-syarat tertentu. Salah satu syarat yang harus dipenuhi agar suatu pengetahuan dapat disebut sebagai ilmu tercantum dalam apa yang dinamakan dengan metode ilmiah. Pada awalnya metode ilmiah ini disebut logico-hypothetico-verifikatif. Metode menurut Senn, metode merupakan suatu prosedur atau cara mengetahui sesuatu yang mempunyai langkah-langkah yang sistematis. Metodologi merupakan suatu pengkajian dalam mempelajari peraturan-peraturan dalam metode tersebut. (Suriasumantri, S, J. 1993)
 Metode ilmiah merupakan prosedur yang mencakup berbagai tindakan pikiran, pola kerja, tata langkah, serta cara tehnis untuk memperoleh pengetahuan baru atau memperkembangkan pengetahuan yang ada. Menurut perumusan dalam The World of Science Encyclopedia metode ilmiah pada umumnya diartikan sebagai prosedur yang dipergunakan oleh ilmuwan-ilmuwan dalam pencarian sistematis terhadap pengetahuan baru dan peninjauan kembali pengetahuan yang telah ada. Sedangkan dalam Dictionary of Science, metode ilmiah diberikan definisi sebagai tehnik-tehnik dan prosedur-prosedur pengamatan dan percobaan yang menyelidiki alam yang dipergunakan oleh ilmuwan-ilmuwan untuk mengolah fakta-fakta, data, dan penafsirannya sesuai dengan asas-asas dan aturan aturan tertentu. Para ilmuwan dan filsuf memberikan pula berbagai perumusan mengenai pengertian metode ilmiah sebagai berikut :
a. George Kneller menegaskan bahwa metode ilmiah merupakan struktur rasional dari penyelidikan ilmiah yang memuat penyusunan dan pengujian pangkal pangkal duga.
b. Arturo Rosenblueth memberikan definisi metode ilmiah sebagai prosedur dan ukuran yang dipakai oleh ilmuwan-ilmuwan dalam penyusunan dan pengembangan cabang pengetahuan khusus mereka.
c.  Horald Titus merumuskan metode ilmiah sebagai proses-proses dan langkah-langkah yang dengan itu ilmu-ilmu memperoleh pengetahuan (Wahana, 2016).

2.         Sejarah Metode Ilmiah
         Metode ilmiah dimulai dari zaman/ era renaissance. Pada masa ini, penemuan ilmu pengetahuan modern mulai dirintis. Ilmu pengetahuan yang maju pesat pada masa ini ialah astronomi. Tokohnya yang terkenal ialah Copernicus, Kepler, dan Galileo Galilei.  Kegiatan ilmiah didasarkan pada beberapa hal yaitu, pengamatan, penyingkiran, peramalan (prediksi), pengukuran dan eksperimen, percobaan untuk menguji teori yang didasarkan pada ramalan matematik. Hal ini dimulai dengan penemuan percetakan modern sekitar tahun  1440 dan penemuan benua baru (1492) oleh Colombus, memberikan dorongan lebih keras untuk meraih kemajuan ilmu.  
             Pada era ini juga terjadi perkembangan satra di wilayah eropa yang diwakili Shakespeare dll. Pada masa ini manusia mulai berpikir secara baru (Barat) dan secara berangsur-angsur melepaskan diri dari otoritas kekuasaan gereja yang selama ini membelenggu kebebasan dalam mengemukakan kebenaran filsafat dan ilmu. Pada zaman ini telah dilakukan berbagai eksperimen kimia yang dimulai oleh ahli-ahli kimia yang memungkinkan pada mulanya didorong oleh tujuan untuk mendapatkan “obat ajaib untuk tetap awet muda” (elixit vitae) dan “rumus membuat emas dari logam biasa” namun secara lambat laun berkembang menjadi paradigma ilmiah. Metode eksperimen ini diperkenankan di dunia barat oleh filsuf Roger Bacon (1214-1294) dan kemudian dimantapkan sebagai paradigma ilmiah atas usaha Francis Bacon (1561-1626). Sebagai penulis yang ulung maka Francis Bacon berhasil meyakinkan masyarakat ilmuwan untuk menerima metode eksperimen sebagai kegiatan ilmiah. Singkatnya maka secara wajar dapat disimpulkan bahwa secara konseptual metode eksperimen dikembangkan dan publikasikan kepada masyarakat oleh Francis Bacon (Suaedi, 2016).

         Pada zaman pada abad ke 17 berikutnya ditandai dengan penemuan dalam bidang ilmiah (sains). Tokoh yang terkenal pada masa ini ialah Rene Descartes. Ia mewariskan suatu metode berpikir yang menjadi landasan berpikir dalam ilmu pengetahun modern. Langkah berpikir menurutnya ialah (1) tidak menerima apapun sebagai hal yang benar, kecuali kalau diyakini sendiri bahwa itu memang benar, (2) memilah-milah masalah menjadi bagian yang terkecil untuk mempermudah penyelesaiannya, (3) berpikir runtut dengan mulai dari suatu hal yang sederhana ke hal yang paling rumit. (4) perincian yang lengkap dan pemeriksaan menyeluruh supaya tidak ada yang terlupakan. Pada zaman ini ilmu modern didasari oleh penemuan oleh Isaac Newton (1643-1727) dan Leibniz (1646-1716). Pada masa Isaac newton, ilmu yang berkembang ialah matematika, fisika dan astronomi. Setelah itu, berkembang ilmu kimia praktis berdasarkan percobaan percobaan yang hasilnya kemudian ditafsirkan, pada mulanya semua percobaan kimia bersifat kualitatif.
          Pada zaman modern, metode ilmiah dimulai dengan Ide-ide Popper tentang metode ilmiah paling mudah dipaham jika dibandingkan dengan metode yang mengikuti teori belajar induktif. Ada dua asas yang mendasari teori Popper. Pertama, Penyelidikan tidak boleh di mulai dengan usaha observasi yang tidak memihak, tetapi justru harus fokus pada satu persoalan. Peneliti harus bertanya: Apa masalahnya? Kedua, Usaha untuk menemukan sebuah solusi atau solusi yang terperbaiki tidak boleh merupakan usaha hati-hati untuk berpegang pada Fakta, tetapi harus merupakan usaha untuk menggabungkan dengan yang berani dengan kritisisme yang tajam. Kaidah-kaidah metodologis mungkin digambarkan sebagai aturan sebuah permainan sains empiris (Samina, 2016).
3.  Langkah –Langkah Metode Ilmiah
       Metode ilmiah terdiri dari beberapa langkah yaitu::  
a. Perumusan masalah, yang merupakan pertanyaan mengenai objek empiris yang jelas batas-batasnya serta dapat diidentifikasikan faktor-faktor yang terkait di dalamnya.
b. Penyusunan kerangka berpikir. Kerangka berpikir ini disusun secara rasional berdasarkan premis-premis ilmiah yang telah teruji kebenarannya dengan memperhatikan faktor-faktor empiris yang relevan dengan permasalahan.
c. Perumusan hipotesis yang merupakan jawaban sementara atau dugaan terhadap pertanyaan yang diajukan yang materinya merupakan kesimpulan dari kerangka berpikir yang dikembangkan. Bila ada suatu masalah dan sudah diajukan satu penyelesaian yang dimungkinkan, maka penyelesaian yang diusulkan itu dinamakan “hipotesa”. Hipotesa adalah usulan penyelesaian yang berupa saran dan sebagai konsekwensinya harus dipandang bersifat sementara dan diverifikasi. Didalam proses menemukan hipotesa dikatakan bahwa akal keluar dari pengalaman, mencari satu bentuk, didalamnya disusun fakta-fakta yang sudah diketahui dalam suatu kerangka tertentu dengan harapan fakta-fakta tersebut cocok dengan hipotesa yang disarankan tersebut (Maskhuroh, L. 2013).
d. Pengujian hipotesis yang merupakan pengumpulan fakta-fakta yang relevan dengan hipotesis, yang diajukan untuk memperlihatkan apakah terdapat fakta-fakta yang mendukung hipotesis tersebut atau tidak.
e. Analisa data lalu menarik kesimpulan yang merupakan penilaian apakah hipotesis yang diajukan itu ditolak atau diterima.
f. Mengkomunikasikan apa yang telah dipelajari melalui menuliskan atau menceritakan apa yang ditemukan dalam kegiatan mencari informasi,
       Pertanyaan mengenai obyek empiris yang jelas batas-batasnya serta dapat diidentifikasikan faktor-faktor yang terkait didalamnya. Penyusunan kerangka pikir dalam pengajuan hipotesis. Dalam pengajuan hipotesis yang merupakan argumetasi yang menjelaskan hubungan yang mungkin terdapat antara berbagai faktor yang saling terkait dan membentuk konstelansi permasalahan. Disusun secara rasional berdasarkan premis-premis ilmiah yang teruji kebenarannya dengan memperhatikan faktor-faktor empiris yang relevan dengan permasalahannya. Perumusan hipotesis Jawaban sementara atas dugaan jawaban pertanyaaan yang diajukan yang materinya merupakan kesimpulan dari kerangka berpikir yang dikembangkan. Pengumpulan fakta-fakta yang relevan dengan hipotesis yang diajukan untuk memperlihatkan apakah terdapat fakta-fakta yang mendukung hipotesis tersebut atau tidak. Penarikan kesimpulan Penilaian apakah sebuah hipotesis yang diajukan itu ditolak atau diterima. Sekiranya dalam proses pengujian terdapat fakta yang cukup yang mendukung hipotesis maka hipotesis itu diterima. Dan sebaliknya jika dalam proses penjujian tidak terdapat fakta yang cukup yang mendukung hipotesis maka hipotesis ditolak. Hipotesis yang diterima kemudian dianggap sebagai bagian dari pengetahuan ilmiah. Dengan metode ilmiah, ilmu bisa berkembang dengan sangat cepat (Irmade, O. 2015)
             Dengan metode ilmiah sebagai paradigma maka ilmu dibandingkan dengan berbagai pengetahuan lainnya dapat dikatakan berkembang dengan sangat cepat. Salah satu faktor yang mendorong perkembangan ini adalah faktor sosial dari komunikasi ilmiah di mana peneman individual segera dapat diketahui dan dikaji oleh anggota masyarakat, ilmuwan lainnya. Tersedia alat komunikasi tertulis dalam bentuk majalah, buletin, jurnal, mikro film dan berbagai media massa lainnya sangat menunjang intensitas dan efektifitas komunikasi ini. Suatu penemuan baru di negara yang baru segera dapat diketahui oleh ilmuwan-ilmuwan di negara lain. Penemuan ini segera dapat diteliti kebenarannya oleh kalangan ilmuan lain di mana saja sebab prosedur untuk menilai kesahihan pernyataan yang dikandung pengetahuan tersebut sama-sama telah diketahui oleh seluruh masyarakat ilmuwan (Suriasumantri, S, J. 1993)
 5.   Sifat-Sifat Metode Ilmiah
     Adapun sifat sifat dari metode ilmiah adalah
a. Bersifat kritis/ analistis, artinya metode menunjukkan adanya proses yang tepat untuk mengidentifikasi masalah dan menentukan metode untuk pemecahan masalah.
b. Bersifat logis, artinya dapat memberikan argumentasi ilmiah.
c. Kesimpulan yang dibuat secara rasional berdasarkan bukti bukti yang tersedia.
d. Bersifat obyektif, sehingga dapat dicontoh oleh ilmuwan lain dalam studi yang sama dengan kondisi yang sama pula.
e. Bersifat konseptual, artinya proses penelitian dijalankan dengan pengembangan konsep dan teori agar hasilnya dapat dipertanggungjawabkan.
f. Bersifat empiris, artinya metode yang dipakai didasarkan pada fakta di lapangan (Irmade O, 2015)
Metode ilmiah didasari oleh sikap ilmiah :
a. Rasa ingin tahu
b. Jujur (menerima kenyataan hasil penelitian dan tidak mengada-ada)
d. Objektif (sesuai fakta yang ada, dan tidak dipengaruhi oleh perasaan pribadi)
e. Tekun (tidak putus asa)
f. Teliti (tidak ceroboh dan tidak melakukan kesalahan)
g. Terbuka (mau menerima pendapat yang benar dari orang lain)     
4.  Pola Pikir Metode Ilmiah
        Untuk dapat melakukan kegiatan berpikir ilmiah dengan baik maka diperlukan sarana yang berupa bahasa, logika, matematika dan statistika. Bahasa merupakan alat komunikasi verbal yang dipakai dalam seluruh proses berpikir ilmiah dimana bahasa merupakan alat berpikir dan alat komunikasi untuk menyampaikan jalan pikiran tersebut kepada orang lain. Dengan melakukan kegiatan berpikir kita berharap dapat menghasilkan pengetahuan. Dengan metode ilmiah, yang merupakan cara kerja pikiran, kita mengharap dapat menghasilkan pengetahuan yang memiliki karakteristik tertentu sebagai pengetahuan ilmiah, yaitu bersifat rasional (rasionalisme) dan teruji secara empiris dalam pengalaman kehidupan (empirisme), sehingga memungkinkan tubuh pengetahuan yang disusunnya merupakan pengatahuan yang dapat diandalkan. Untuk membangun tubuh pengetahuan serta mencapai hasil yang diharapkan ini, metode ilmiah secara garis besar mencoba menggabungkan cara berpikir deduktif dan cara berpikir induktif (Suriasumantri, S, J. 1993).
        Berpikir deduktif (umum ke khusus) akan memberikan sifat yang rasional (kritis,logis, dan sistematis) kepada pengetahuan ilmiah dan bersifat konsisten dengan pengetahuan yang telah dihasilkan dan dikumpulkan sebelumnya sebagai tubuh pengetahuan ilmiah. Secara sistematik dan kumulatif pengetahuan ilmiah disusun setahap demi setahap dengan menyusun argumentasi mengenai sesuatu yang baru berdasarkan pengetahuan yang telah ada. Ilmu pengetahuan diharapkan merupakan tubuh pengetahuan (body of knowledge) yang tersusun dan terorganisasikan dengan baik, yaitu secara konsisten dan koheren, serta dapat memberikan penjelasan yang rasional kepada obyek yang berada dalam fokus penelaahannya. Penjelasan yang bersifat rasional ini menggunakan kriteria kebenaran koherensi, yaitu didasarkan pada adanya konsistensi dan koherensi dengan pengetahuan yang telah ada dan telah diakui kebenarannya.
       Selain berpikir deduktif, digunakan juga cara berpikir induktif (dari khusus ke umum), sebagai cara berpikir yang berdasarkan kriteria kebenaran korespondensi. Teori korespondensi menyebutkan bahwa suatu pernyataan dapat dianggap benar, sekiranya materi yang terkandung dalam pernyataan itu bersesuaian (berkorespondensi) dengan obyek faktual yang dituju oleh pernyataan tersebut. Suatu pernyataan adalah benar bila terdapat fakta-fakta empiris yang mendukung pernyataan itu. Karena masalah yang dihadapinya adalah nyata, maka ilmu pengetahuan mencari jawabannya pada dunia yang nyata pula berdasarkan pengalaman (empiris). Apapun teorinya, ilmu dimulai dengan fakta dan diakhiri dengan fakta. Teori merupakan penjelasan mengenai gejala yang terdapat dunia fisik tersebut.
       Teori ilmu pengetahuan merupakan suatu penjelasan rasional yang berkesusaian dengan obyek yang dijelaskannya. Suatu penjelasan, biar bagaimana pun meyakinkannya, tetap harus didukung oleh fakta empiris untuk dapat dinyatakan benar. Di sinilah pendekatan rasional digabungkan dengan pendekatan empiris dalam langkah-langkah yang disebut metode ilmiah. Secara rasional maka ilmu menyusun pengetahuannya secara konsisten dan kumulatif, sedangkan secara empiris ilmu dapat memperoleh pengetahuan yang sesuai dengan fakta. Semua teori ilmiah harus memenuhi dua syarat utama, yakni pertama, harus konsisten dengan teori-teori sebelumnya yang memungkinkan tidak terjadinya kontradiksi dalam teori keilmuan secara keseluruhan; kedua, harus cocok dengan fakta-fakta empiris, sebab teori yang bagaimana pun konsistennya sekiranya tidak didukung oleh pengujian empiris tidak dapat diterima kebenarannya secara ilmiah. Jadi logika ilmiah merupakan gabungan antara logika deduktif dan logika induktif di mana rasionalisme dan empirisme hidup berdampingan dalam sebuah sistem dengan mekanisme korektif (wahana, 2016).
        Disamping pemikiran deduktif dan pemikiran induktif, masih banyak lagi pola pikir penalaran yang dapat kita temukan, yaitu deskripsi (description), abstraksi (abstraction), perbandingan (comparation), penggolongan (classification),), dan pembatasan (definition). Deskripsi merupakan kegiatan penalaran yang berusaha untuk menggambarkan suatu hal dengan segala bagian-bagian / unsur-unsur yang semakin rinci serta dengan segala penjelasannya. Abstraksi merupakan penalaran yang berusaha menghasilkan suatu konsep pengertian, dengan cara menarik dan mengumpulkan keterangan keterangan berkenaan dengan konsep pengertian yang dimaksudkan. Perbandingan adalah kegiatan penalaran yang berusaha menemukan perbedaan-perbedaan yang ada di antara kedua atau lebih dari hal-hal yang dibandingkannya. Penggolongan adalah kegiatan penalaran yang berusaha melihat dan menemukan kesamaan-kesamaan yang dapat dipakai sebagai dasar untuk memilahkan dari hal-hal lainnya yang tidak memiliki kesamaan-kesamaan tersebut. Terakhir, pembatasan merupakan penalaran yang berusaha menemukan keterangan-keterangan yang dapat membatasi serta menentukan hal yang dimaksudkan (wahana, 2016)

B.  PERMASALAHAN METODE ILMIAH
     Metode ilmiah tidak dapat diterapkan pada semua aspek ilmu pengetahuan. Permasalahan keterbatasan metode ilmiah antara lain:
1. Metode ilmiah tidak dapat digunakan kecuali pada pengkajian objek objek material yang dapat diindra. Metode ini khusus untuk ilmu ilmu eksperimental. Sehingga objek metafisik tidak dapat diteliti melalui metode ilmiah. Sehingga metode ilmiah tidak dapat menguji konsep tentang Tuhan.
2. Metode ilmiah mengasumsikan adanya penghapusan seluruh informasi sebelumnya tentang objek yang dikaji dan mengabaikan keberadaannya. Ini dikarenakan metode ini mengharuskan kita untuk menghapuskan diri dari setiap opini dan keyakinan si peneliti mengenai subjek kajian.
3. Metode ilmiah dapat berubah sesuai dengan objeknya. Metode ilmiah akan berubah bila objek yang diamati telah berubah. Sebagai contoh ilmuan mengatakan bahwa suhu diatas puncak merapi adalah 35 derajat C, namun apa yang di kemukakan oleh ilmuan akan berubah seiring berubahnya cuaca dan suhu.
4. Metode ilmiah tidak dapat diterapkan kepada pengetahuan yang tidak termasuk dalam kelompok ilmu.
5. Metode ilmiah tidak dapat diterapkan pada ilmu yang termasuk dalam humaniora, hal ini dikarenakan bidang bidang yang termasuk dalam humaniora tidak membahas perkara perkara fisik yang dapat diukur dan diujicobakan. Kesimpulan yang diperoleh melalui metode ilmiah bersifat spekulatif (Putra, S. T. 2015).

B.           METODE ILMIAH DAN HUBUNGANNYA DENGAN MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM
Metode ilmiah adalah sebuah prosedur yang digunakan ilmuan dalam pencarian kebenaran baru, proses pencarian ini  dilakukan secara sistematis terhadap temuan baru atau pengetahuan yang telah ada sebelumnya yang kemudian dilakukan peninjauan dan pengujian terhadap pengetahuan yang telah ada.
Arikunto "manajemen pendidikan adalah suatu kegiatan atau rangkaian kegiatan yang berupa proses pengolahan usaha kerjasama sekelompok manusia yang tergabung dalam organisasi pendidikan, untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah di tetapkan sebelumnya secara efektif dan efisien."
Arifudin Arif "Pendidikan islam adalah pendidikan yang berdasarkan ajaran islam atau tuntutan agama islam dalam usaha membina dan membentuk pribadi muslim yang bertakwa kepada Allah Swt."
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa manajemen pendidikan islam adalah  suatu proses penataan/pengelolaan lembaga pendidikan islam yang melibatkan sumber daya manusia muslim dan non manusia dalam menggerakannya untuk mencapai tujuan pendidikan islam secara efektif dan efisien.
Dari penjelasan metode ilmiah dan menejemen pendidikan diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa hubungan metode ilmiah dan manajemen pendidikan islam sangat erat kaitannya. Metode ilmiah dalam manajemen pendidikan berfungsi untuk menemukan makna atau kebenaran dibalik kebijakan dari pemimpin suatu lembaga pendidikan, hal ini dapat dilakukan dengan berfikir secara metafisis dan metateknis. 
Musa Asy’arie “berfikir metafisis yaitu untuk menemukan hakikat makna kebenaran dibalik fisik yang nampak dan terlihat. Berfikir metateknis yaitu berfikir tentang hakikat dan makna dibalik apa yang dilakukan”.
Metode ilmiah dalam manajemen pendidikan membantu pemimpin dalam merumuskan kebijakan apa yang akan diambil terkait suatu problem yang dihadapi, karena melibatkan sumberdaya fisik dan sumberdaya abstrak yang dimiliki guna untuk mencapai tujuan pendidikan.

DAFTAR PUSTAKA

Irmade, O. Anggit, G. W. 2015. Berbagai Cara Pengembangan Ilmu Dalam Dunia Pendidikan. Jurnal Widya Wacana Vol. 10 Nomor 1, Februari
Maskhuroh, L. 2013. Ilmu Sebagai Prosedur (metode memperoleh pengetahuan ilmiah). Jurnal MADRASAH vol 6 no 1
Putra, S. T. 2015. Filsafat Ilmu (Ontologi, epistemologi, Aksiologi dan logika ilmu pengetahuan. Pustaka Pelajar. Yogyakarta
Samiha, Y. T. 2016. Standar Menilai Teori dalam Metode Ilmiah pada Kajian Filsafat Ilmu. Medina-Te, Jurnal Studi Islam Volume 14, Nomor 2,
Saefullah. A. D. Pengantar Filsafat. Bandung: Refika Aditama, 2004.
Suaedi. 2016. Pengantar Filsafat Ilmu, Bogor: IPB Press, 2016) hlmn
Suriasumantri, S, J. Filsafat Ilmu. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1993.
Wahana, P. Filsafat Ilmu Pengetahuan.. Yogyakarta: Pustaka Diamond 2016.
Sulistyorini, Esensi Manajemen Pendidikan Isla. Yogyakarta: Teras, 2014.
Rosliana, L. Filsafat Ilmu. Bandung: Refika Aditama, 2015.
Asy’arie, M.  Filsafat Ilmu. Yogyakarta: LESFI, 2016.

Kritik dan Saran sangat dibutuhkan penyusun demi perbaikan tugas di atas.
Penyusun : ISRAFIL

Nonton juga video saya di bawah ini kawan:




MAKALA KONSEP DASAR PEMBELAJARAN

KONSEP DASAR PEMBELAJARAN RIZKI  AMELIA dan ISRAFIL rizkyamelia113@gmail.com dan israfilsubuhi@gmail.com Abstrak   : Pendidikan ...